
Sumatera Barat mencatatkan prestasi membanggakan dalam bidang literasi. Berdasarkan data dari Perpustakaan Nasional RI, provinsi ini berhasil menempati peringkat keempat tertinggi secara nasional dalam Indeks Pembangunan Literasi Masyarakat (IPLM) tahun 2023 dengan skor 77,31, meningkat signifikan dibanding tahun sebelumnya yang berada di angka 67,33. Selain itu, Target Gemar Membaca (TGM) juga mengalami peningkatan dari 66,87 menjadi 68,46, menjadikan Sumbar berada di posisi ke-8 nasional. Ini menandakan adanya pergeseran positif dalam budaya baca masyarakat yang patut diapresiasi.
Pencapaian ini tentu tidak terjadi begitu saja. Salah satu faktor utama pendorongnya adalah keberadaan lebih dari 5.300 perpustakaan yang tersebar di seluruh Sumatera Barat, mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi, serta taman bacaan masyarakat. Pemerintah daerah juga aktif menghidupkan kembali program wakaf buku dan memperluas jangkauan pustaka hingga ke tingkat nagari dan desa. Strategi ini menjadi langkah konkret dalam menyediakan akses literasi yang inklusif dan merata.
Upaya peningkatan literasi di Sumbar juga didukung oleh berbagai program dan kolaborasi lintas sektor. Balai Bahasa Provinsi Sumatera Barat bersama Bunda Literasi meluncurkan Gerakan Literasi Daerah sebagai wujud komitmen bersama dalam membangun kebiasaan membaca dari lingkungan keluarga. Pemerintah Kota Padang, misalnya, meluncurkan program "1000 Buku" yang mendorong masyarakat untuk gemar membaca dengan cara yang menyenangkan dan berkelanjutan.
Namun demikian, keberhasilan peningkatan literasi tidak hanya dapat diukur dari kuantitas koleksi buku atau jumlah perpustakaan. Kualitas dan keberlanjutan budaya literasi sangat bergantung pada penanaman nilai-nilai literasi sejak usia dini. Dalam konteks ini, literasi tidak hanya dipahami sebagai kemampuan membaca dan menulis, tetapi juga melibatkan kemampuan berpikir kritis, memahami informasi, dan berkomunikasi secara efektif yang mulai dibentuk sejak anak berada dalam usia prasekolah.
Pengalaman dari daerah lain, seperti Kabupaten Bogor, dapat menjadi inspirasi. Di sana, program literasi dan numerasi diperkenalkan kepada anak usia dini melalui pendekatan bermain sambil belajar. Anak-anak diajak mengenal huruf, angka, dan kosakata melalui aktivitas interaktif seperti bermain peran, membaca bersama, dan eksplorasi cerita bergambar. Pendekatan ini tidak hanya efektif meningkatkan minat baca, tetapi juga memperkuat ikatan emosional antara anak, guru, dan orang tua.
Sejalan dengan itu, artikel dari Sekolah Cikal juga menekankan pentingnya pengembangan literasi anak usia dini yang mencakup empat kemampuan utama: membaca, menulis, berhitung, dan berpikir kritis. Semua kemampuan tersebut saling berhubungan dan menjadi landasan penting dalam pengembangan intelektual anak di tahap-tahap pendidikan berikutnya. Oleh karena itu, sekolah PAUD, guru, dan orang tua perlu menjadi agen aktif dalam menyediakan lingkungan literasi yang kaya dan responsif terhadap kebutuhan anak.
Untuk memastikan capaian literasi Sumbar tidak hanya bersifat sesaat, tetapi juga berkelanjutan, maka perhatian terhadap pendidikan literasi pada usia dini menjadi sangat krusial. Pendidikan literasi sejak dini ibarat menanam benih yang akan tumbuh menjadi pohon kuat bila dirawat dengan baik. Akses buku anak yang ramah usia, kegiatan membaca rutin bersama keluarga, serta penguatan kapasitas guru PAUD menjadi elemen strategis dalam hal ini.
Akhirnya, prestasi Sumatera Barat dalam bidang literasi patut diapresiasi, namun tidak boleh membuat kita lengah. Justru ini adalah momentum untuk memperluas dan memperkuat budaya literasi hingga ke akar rumput, dimulai dari anak-anak kita. Sinergi antara pemerintah, lembaga pendidikan, komunitas, dan keluarga menjadi kunci agar literasi tidak hanya menjadi angka statistik, tetapi menjelma sebagai kebiasaan hidup yang mengakar sejak usia dini.